Introvert sering dianggap kurang cocok untuk networking. Terlalu pemalu. Nggak spontan. Terlalu ‘dalam pikirannya sendiri’. Aku paham karena aku juga seorang introvert.

Tapi selama bertahun-tahun, aku belajar bahwa networking itu bukan soal siapa yang paling rame, paling banyak bicara, atau paling ekspresif. Networking yang efektif adalah soal membangun koneksi dengan niat dan keaslian.

Baru-baru ini, aku menghadiri dan bicara di forum teknology, SusHi Tech Tokyo 2025 dan berkesempatan ngobrol langsung dengan Gubernur Tokyo, Yuriko Koike. Momen seperti ini mungkin terlihat ‘wah’, tapi sebenarnya dibangun dari proses yang sangat terstruktur dan sengaja.

(Dok. pribadi/Talitha Amalia, COO Solve Education!, bersama Yuriko Koike, Gubernur Tokyo)

Berikut beberapa strategi yang aku gunakan dan bisa kamu adaptasi juga, khususnya kalau kamu introvert.

1. Networking Dimulai Sebelum Acara Dimulai

Buatku, networking yang efektif terjadi karena persiapan, bukan spontanitas.

Sebelum datang ke acara, aku:

  • Cek siapa yang hadir
  • Pelajari background mereka
  • Siapkan 1–2 topik obrolan yang relevan
  • Tentukan tujuan pribadi (misalnya: bertemu 2 orang baru, atau follow-up ke kolaborator lama)

Persiapan ini mengurangi beban mental saat acara berlangsung, dan membuatku merasa lebih siap, bukan tegang.

2. Bawa Kartu Nama atau Barcode LinkedIn (Sesuaikan dengan Lawan Bicara)

Meskipun sekarang semua serba digital, aku tetap siapkan dua hal: kartu nama dan barcode LinkedIn.

Kenapa dua-duanya? Karena itu tergantung dengan siapa aku ingin connect:

  • Kalau orangnya terlihat sangat digital atau lebih muda, aku tunjukkan barcode LinkedIn-ku.
  • Tapi kalau beliau memberikan kartu nama terlebih dahulu (biasanya di kalangan profesional senior), aku juga siapkan kartu nama fisik.

Ini soal adaptasi dan membaca situasi. Keduanya bisa menciptakan momen interaksi yang berkesan, tinggal disesuaikan.

3. Gunakan Humor Ringan (Kalau Nyaman)

Aku bukan orang yang secara alami lucu. Tapi aku belajar bahwa humor bisa jadi alat komunikasi yang sangat efektif bahkan dalam konteks profesional.

Salah satu buku yang bantu aku banget adalah Humour, Seriously ditulis oleh dua dosen Stanford yang meneliti bagaimana humor bisa membangun koneksi, kepercayaan, bahkan kepemimpinan.

Sejak baca buku itu, aku mulai latihan:

  • Menyisipkan komentar ringan yang relate
  • Menciptakan suasana lebih santai di tengah pembicaraan serius
  • Tertawa saat memang genuine bukan ditahan

4. Fokus pada Koneksi, Bukan Jumlah

Humor bukan berarti jadi badut. Tapi jadi manusia. Dan itu yang membuat orang merasa nyaman.

Kamu nggak perlu mengobrol dengan 30 orang dalam satu acara.

Networking yang meaningful sering terjadi dari:

  • Percakapan yang lebih dalam dengan 1–2 orang
  • Follow-up setelah acara lewat email atau DM
  • Menjadi pendengar yang baik

Bagi introvert, energi sosial itu terbatas. Gunakan dengan bijak untuk membangun kualitas, bukan kuantitas.

5. Recharge Itu Bagian dari Strategi

Sebelum dan sesudah acara, aku selalu sisihkan waktu untuk recharge. Bisa dalam bentuk:

  • Jalan kaki sendirian
  • Nulis jurnal
  • Minum teh sambil diam sebentar

Bukan karena aku lemah tapi karena aku kenal batasan energiku. Dan itu bagian dari strategi jangka panjang agar aku bisa hadir penuh saat dibutuhkan.

Jadi Introvert Bukan Halangan

Introversi bukan penghalang untuk jadi visible, connect dengan orang baru, atau membangun relasi profesional. Yang penting adalah kenal gaya kita sendiri, dan rancang strategi yang sesuai dengan ritme hidup kita.

Kalau kamu merasa ini relate, aku akan bahas lebih banyak tentang cara membangun koneksi sebagai introvert dari tips public speaking, sampai cara membangun personal brand yang tetap otentik.

Baca juga artikel yang lain di sini.