Orang-orang di sekitarku sering nggak percaya, dulu aku itu takut banget ketemu orang baru, apalagi di acara networking. Bahkan, aku sering ngumpet di toilet buat ngumpulin keberanian untuk memulai “basa-basi” alias percakapan ringan (small talk), loh! Beneran.
Lambat laun aku belajar, networking itu bukan tentang siapa yang paling jago bicara tetapi tentang membangun koneksi secara natural. Aku terus menerus menggali ilmu dan belajar untuk ningkatin kemampuan berjejaring. Dari mulai baca buku sampai nonton banyak video edukasi. Salah satunya adalah video dari Luxury Academy tentang How to Master Small Talk with High-Net-Worth Individuals.
Tidak usah khawatir menonton videonya, kita tidak akan bahas cara ngobrol dengan orang-orang super kaya saja kok. Aku akan ambil inspirasi dari video tersebut yang ilmunya bisa kita pakai dalam berbagai situasi.
Dari video tersebut aku belajar, kunci keberhasilan melakukan small talk bukan terletak pada apa yang dikatakan, tetapi bagaimana kita memulai dan menjaga percakapan. Berikut adalah beberapa strategi yang bisa membantu kita semua.
1. Cara Membuka Percakapan
Pertama, kesalahan umum saat networking adalah merasa perlu mengatakan sesuatu yang “sempurna”. Padahal, tantangan sebenarnya adalah bagaimana memulai percakapan dengan cara yang nyaman buat kita dan lawan bicara.
Caranya gimana? Coba deh dorong orang lain untuk berbicara tentang dirinya sendiri. Kebanyakan orang senang berbagi pengalaman dan pencapaiannya, terutama jika merasa lawan bicaranya benar-benar mendengarkan.
Contohnya:
- Mulailah dengan komentar situasional seperti, “Acara ini keren ya bisa mempertemukan banyak pemikiran hebat. Kenapa (Bapak/Ibu/Mas/Mba) tertarik untuk hadir?”
- Dengarkan jawaban lawan bicara, lalu tindak lanjuti dengan pertanyaan yang menunjukkan minat tulus, seperti, “Menarik! Bagaimana awalnya (Bapak/Ibu/Mas/Mba) terlibat dalam [topik yang lawan bicara sebutkan]?”
Dengan membuat lawan bicara merasa didengar dan dihargai, kita sudah menciptakan suasana yang nyaman untuk melanjutkan percakapan.
2. Framework A.R.E.: Anchor, Reveal, Encourage
Kedua, pendekatan efektif lainnya adalah menggunakan kerangka A.R.E.: Anchor (jangkar percakapan), Reveal (ungkapkan sesuatu tentang diri kita), dan Encourage (dorong lawan bicara untuk berbagi cerita lebih banyak). Mari kita uraikan lebih lanjut:
Anchor: Hubungkan Percakapan ke Realitas Bersama
“Anchoring” berarti memulai percakapan dengan sesuatu yang berhubungan dengan situasi bersama, seperti acara yang sedang dihadiri atau seseorang yang memperkenalkan kita dengan lawan bicara. Hal ini membantu menciptakan rasa keakraban meskipun percakapan baru dimulai.
Contohnya:
- “Luar biasa sekali ya banyak orang yang semangat di sini. Apakah (Bapak/Ibu/Mas/Mba) sering menghadiri acara seperti ini?”
- “Sesi tadi benar-benar membuka wawasan tentang pentingnya literasi digital. Gimana menurut (Bapak/Ibu/Mas/Mba) tentang ide-ide yang disampaikan?”
Dengan menghubungkan percakapan ke realitas bersama, kita menciptakan pijakan awal yang alami untuk berdialog.
Reveal: Ungkapkan Sesuatu Tentang Diri Kita
Agar percakapan terasa seimbang dan autentik, ungkapkan sedikit informasi tentang diri kita yang relevan. Hal ini menunjukkan bahwa kita tidak hanya bertanya, tetapi juga bersedia berbagi cerita.
Misalnya:
- Jika lawan bicara menyebutkan minat pada reformasi pendidikan, kita bisa mengatakan, “Itu juga salah satu topik yang dekat dengan hati saya. Di Solve Education!, kami sedang mengembangkan platform belajar digital bernama edbot.ai untuk membuat pembelajaran lebih mudah diakses.”
Langkah ini akan membuat percakapan terasa lebih personal dan mendorong lawan bicara untuk berbagi lebih banyak.
Encourage: Ajukan Pertanyaan Terbuka dan Biarkan Lawan Bicara Memimpin
Setelah mengatur suasana dengan anchor dan reveal, dorong lawan bicara untuk berbicara lebih banyak dengan pertanyaan terbuka. Pastikan pertanyaan kita menunjukkan rasa ingin tahu yang tulus, bukan sekadar basa-basi.
Contohnya:
- “Apa yang menginspirasi (Bapak/Ibu/Mas/Mba) untuk terlibat dalam [topik/proyek yang lawan bicara sebutkan]?”
- “Menurut (Bapak/Ibu/Mas/Mba), bagaimana perkembangan [topik] di masa depan?”
Dorongan ini bisa dilengkapi dengan teknik active listening (mendengarkan secara aktif). Tunjukan perhatian kita dengan anggukan, kontak mata, dan tanggapan yang relevan.
3. Hormati Waktu lawan bicara
Ketiga, lawan bicara akan menghargai percakapan yang singkat namun bermakna. Ketika kita merasa percakapan mulai berakhir, akhiri dengan ucapan terima kasih dan ungkapan apresiasi, misalnya:
- “Senang sekali bisa mendengar cerita (Bapak/Ibu/Mas/Mba) tentang [topik]. Saya berharap kita bisa melanjutkan percakapan ini di lain waktu.”
4. Tindak Lanjuti dengan Personal
Keempat, jika memungkinkan, tukar kartu nama dan tindak lanjuti dengan pesan yang dipersonalisasi. Kita bisa menghubungi lawan bicara melalui email atau LinkedIn, mengingatkan lawan bicara tentang percakapan kita, dan menyampaikan keinginan untuk tetap terhubung.
Dengan menerapkan strategi seperti A.R.E.—Anchor, Reveal, Encourage—serta mendengarkan secara aktif, kita bisa menjadikan small talk sebagai alat yang kuat untuk membangun hubungan yang autentik.
Mari jadikan tahun baru sebagai tahun untuk bisa meningkatkan kemampuan networking kita!
Baca juga artikel yang lain di sini.